Prof. Putu: Tidak Perlu Apriori terhadap Pantang Larang

Sebagai ahli, peneliti, dan akademisi bidang bahasa, kita tidak perlu apriori atau berpraanggapan terhadap keberadaan pantang larang, pamali, atau tabu beserta sanksinya. Pantang larang itu semacam pranata tradisional dalam kehidupan. Masyarakat lebih memahaminya lantaran berdasarkan pengalaman. Pantang larang merupakan pengalaman yang diperoleh masyarakat secara turun-temurun, dari nenek moyang, dari leluhur mereka. Berefleksi pada pantang larang, tidak semua persoalan bisa diselesaikan hanya dengan logika.

Demikian rangkuman paparan dan diskusi yang disampaikan oleh Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. dari FIB Universitas Gadjah Mada (putu.wijana@ugm.ac.id), sebagai pembicara pertama dalam Webinar Nasional dengan tema “Pantang Larang dalam Masyarakat Etnik”. Pembicara kedua adalah Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. dari FIB Universitas Jember (sofyanakhmad544@gmail.com), yang juga menyoal tema serupa dalam webinar yang diselenggaranan HISKI Jember, Sabtu (29/10/2022).

Webinar secara daring tersebut diselenggarakan kerja sama Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia Komisariat Jember (HISKI Jember) dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Jember (FIB UNEJ), Jurnal Semiotika, dan Kelompok Riset OKARA: Bahasa dan Sastra Madura (KeRis OKARA), bertajuk NGONTRAS#15 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-15). Selengkapnya

NGONTRAS#15, dengan tema Pantang Larang dalam Masyarakat Etnik

[NGONTRAS#15]

Dalam rangka perayaan Bulan Bahasa dan Sastra 2022, Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia Komisariat Jember (HISKI Jember) bekerja sama dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Jember (FIB UNEJ), Jurnal Semiotika, dan Kelompok Riset OKARA: Bahasa dan Sastra Madura (KeRis OKARA), mempersembahkan:

NGONTRAS#15, dengan tema Pantang Larang dalam Masyarakat Etnik.

Pantang larang dapat juga disebut sebagai pantangan, pamali, atau tabu. Pantang larang merupakan konvensi yang dianut oleh masyarakat etnik agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan sesuatu melalui ucapan, tindakan, atau perilaku lain. Jika hal itu dilanggar, akan berlaku sanksi sosial, sanksi moral, atau sanksi adat. Dalam berbagai kelompok etnik di Nusantara, seperti Jawa, Bali, atau Madura, banyak pantang larang yang dianut.

Pertanyaan yang kemudian mengemuka, bagaimana asal-muasal munculnya pantang larang? Bagaimana pula kajian kebahasaan memahami makna pantang larang? Benarkah eksistensi pantang larang tergerus oleh perkembangan zaman? Selengkapnya

Abu Bakar R.M., M.A.: Mewaspadai Suara yang Terwakilkan

Dalam pemahaman poskolonial, perlu adanya kewaspadaan terhadap kewajaran wacana. Juga kewaspadaan terhadap suara-suara yang terwakilkan. Pihak-pihak pinggiran, terpinggirkan, subaltern, dalam mewacanakan sesuatu perlu diwaspadai. Jika suara-suara itu datang dari dirinya, dari pihaknya, tidak ada masalah. Tetapi kalau suara-suara itu diserukan atas orientasi pihak yang dominan, atau subjek lain, maka perlu diwaspadai, karena wacana tersebut telah terwakilkan sehingga menjadi bermuatan poskolonial.

Demikian rangkuman paparan yang disampaikan oleh Abu Bakar Ramadhan Muhamad, S.S., M.A., dosen FIB UNEJ, dalam Webinar Nasional dengan tema “Sastra Poskolonial”. Pembicara lain yang telah memaparkan sebelumnya adalah Dr. Sudibyo, M.Hum., dosen FIB UGM, yang juga menyoal tema serupa dalam webinar yang diselenggaranan HISKI Jember, Sabtu (24/9/2022).

Webinar secara daring tersebut diselenggarakan kerja sama HISKI Jember dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Jember (FIB UNEJ), Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember (FKIP UMJ), Jurnal Semiotika, dan Kelompok Riset Sastra Humaniora (KeRis SASHUM). Selengkapnya

Dr. Sudibyo: Pelajaran Berharga di Balik Kajian Poskolonial

Banyak pelajaran berharga ketika kita berkhidmat dalam kajian poskolonial, sebuah disiplin yang menyoal wacana penjajah dan terjajah. Paradigma poskolonial bukan untuk melanggengkan praktik penjajahan. Justru sebaliknya, kita dapat mengambil hikmah untuk tidak terjebak pada kondisi yang sama dengan masa lalu, kondisi yang membuat bangsa lain leluasa mempraktikkan kolonialisme di negeri ini.

Demikian benang merah paparan yang disampaikan oleh Dr. Sudibyo, M.Hum., dosen FIB UGM, dalam Webinar Nasional dengan tema “Sastra Poskolonial”. Pembicara lain adalah Abu Bakar Ramadhan Muhamad, S.S., M.A., dosen FIB UNEJ, yang juga menyoal tema serupa dalam webinar yang diselenggaranan HISKI Jember, Sabtu (24/9/2022).

Webinar secara daring tersebut diselenggarakan kerja sama HISKI Jember dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Jember (FIB UNEJ), Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember (FKIP UMJ), Jurnal Semiotika, dan Kelompok Riset Sastra Humaniora (KeRis SASHUM). Selengkapnya