Prof Putu: Permainan Bahasa sebagai Strategi untuk Menguasai

Bahasa bukan sekedar sarana komunikasi, melainkan juga sebagai media untuk permainan dan mempermainkan. Permainan bahasa dapat memunculkan efek estetika, kelucuan, maupun makna baru. Mempermainkan bahasa dapat juga dimanfaatkan sebagai strategi untuk menguasai, baik menguasai mitra tutur, maupun menguasai publik yang dapat mengakses permainan bahasa tersebut.

“Kalau kita ingin menguasai, mulailah penguasaan itu dari media bahasa,” demikian penegasan Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, M.A., pakar linguistik dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM), Yogyakarta. Pernyataan tersebut disampaikan ketika dihubungi untuk persiapan presentasi Seminar Nasional dalam NGONTRAS#4 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-4), Sabtu mendatang (6/11/2021). Selengkapnya

NGONTRAS#4 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-4) dengan tema Kuasa Bahasa

[NGONTRAS#4]

Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia Komisariat Jember (HISKI Jember) bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ), Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (Sind FIB UNEJ), Kelompok Riset Kajian Linguistik Interdisipliner dan Terapan (KeRis KALITAN), dan Asosiasi Tradisi Lisan Komisariat Jember (ATL Jember) mempersembahkan:

NGONTRAS#4 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-4) dengan tema Kuasa Bahasa.

Sabtu, 6 November 2021
Pukul: 10.00–12.00 WIB
(Ruang zoom dibuka pukul 09.30 WIB) Selengkapnya

Menyibak Tabir Drama Indonesia Zaman Jepang, Menguak Luka Kelam Masa Lalu

Karya sastra Indonesia pada zaman Jepang, terutama drama, mampu memotret peradaban masyarakat dan ideologi penguasa. Drama-drama tersebut menjadi corong propaganda politik Jepang. Di sisi lain, bagi generasi penerus di Jepang, masa pendudukan Jepang di Indonesia merupakan masa lalu yang kelam dan keji. Hal itu merupakan luka lama yang ditutup-tutupi oleh pemerintah Jepang, sehingga generasi muda tidak mengetahui sejarah kelam tersebut.

Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.Hum. menjelaskan bahwa peristiwa pendudukan atau penjajahan Jepang merupakan luka lama. “Pemerintah Jepang menganggap bahwa penjajahan merupakan aib, sehingga tidak perlu diketahui oleh generasi muda Jepang. Tidak ada buku sejarah atau museum di Jepang yang menginformasikan penjajahan Jepang terhadap Indonesia,” kata Cahyaningrum dalam acara NGONTRAS#3 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-3) dengan format Kuliah Pakar, Sabtu (16/10). Selengkapnya

NGONTRAS#3 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-3) dalam format Kuliah Pakar dengan tema Drama Indonesia Zaman Jepang

[NGONTRAS#3]

HISKI Komisariat Jember bekerja sama dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (Sind FIB UNEJ), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember (FKIP UMJ), dan Kelompok Riset Tradisi Lisan dan Kearifan Lokal (KeRis TERKELOK) mempersembahkan:

NGONTRAS#3 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-3) dalam format Kuliah Pakar dengan tema Drama Indonesia Zaman Jepang.

Sabtu, 16 Oktober 2021
Pukul: 10.00–12.00 WIB
(Ruang zoom dibuka pukul 09.30 WIB)

Sambutan:
Dr. Kukuh Munandar, M.Kes.
(Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Jember)

Pembicara:
Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.Hum.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, & Dosen Tamu di TUFS (Tokyo University of Foreign Studies), Jepang Selengkapnya

Karya Sastra sebagai Sarana Propaganda Politik Jepang

Karya sastra pada masa pendudukan Jepang tidak banyak, tetapi keberadaannya cukup penting. Karya berupa drama bisa menjadi sarana propaganda politik Jepang. Di dalam teks drama terekam jejak sejarah, pergulatan ideologi, dan situasi kehidupan masyarakat. Bahkan teks drama juga merekam propaganda sebagai strategi budaya politik Jepang kepada jajahannya.

Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.Hum., dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM), Yogyakarta, ketika dihubungi menjelaskan bahwa sastra Indonesia pada zaman Jepang, khususnya karya drama, merupakan bagian penting dari sejarah sastra Indonesia. “Drama termasuk yang mendapat angin segar, karena diyakini mampu menjadi alat propaganda Jepang,” tegas Cahyaningrum yang akan menjadi pembicara dalam acara Kuliah Pakar, Sabtu mendatang (16/10/2021). Selengkapnya

NGONTRAS#2 (Ngobrol Nasional Metasastra) dengan tema Politik dalam Sastra

[su_table]

[NGONTRAS#2]

HISKI Komisariat Jember bekerja sama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember (FKIP UNEJ) dan Kelompok Riset Sastra dan Tradisi Lisan (KeRis TraLis) mempersembahkan:

NGONTRAS#2 (Ngobrol Nasional Metasastra) dengan tema Politik dalam Sastra.

Sabtu, 18 September 2021
Pukul: 10.00–12.00 WIB
(Ruang zoom dibuka pukul 09.30 WIB)

Sambutan:
Prof. Dr. Bambang Soepeno, M.Pd.
(Dekan FKIP UNEJ)

Pembicara:
1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. (USD Yogyakarta)
2. Dr. Akhmad Taufiq, M.Pd. (FKIP UNEJ)

Moderator:
Siswanto, S.Pd., M.A.

[/su_table]

NGONTRAS#1 (Ngobrol Nasional Metasastra) dengan tema Komodifikasi Sastra dan Film

[su_table]

[NGONTRAS#1]

HISKI Komisariat Jember bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ) dan Kelompok Riset Pertelaahan Sastra Konteks Budaya (KeRis PERSADA) mempersembahkan:

NGONTRAS#1 (Ngobrol Nasional Metasastra) dengan tema Komodifikasi Sastra dan Film.

Sabtu, 14 Agustus 2021
Pukul: 10.00–12.00 WIB
(Ruang zoom dibuka pukul 09.30 WIB)

Sambutan:
Prof. Dr. Sukarno, M.Litt.
(Dekan FIB UNEJ)

Pembicara:
1. Dr. Umilia Rokhani, M.A. (ISI Yogyakarta)
2. Dr. Bambang Aris Kartika, M.A.
(FIB UNEJ)

Moderator:
Dr. Heru S.P. Saputra, M.Hum.

[/su_table]

Terhimpit Politik, Sastra Indonesia Menjadi Sastra Bonsai

Sastra Indonesia tidak lebih dari sastra bonsai, yakni karya sastra yang kerdil akibat dikerdilkan oleh pengarangnya sendiri lantaran terhimpit kekuatan politik. Akhirnya sastrawan kita menjadi intelektual tradisional yakni mengikuti kemauan penguasa karena merasa dihimpit oleh kekuasaan. Padahal seharusnya sastrawan menjadi intelektual organik.

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, menjelaskan bahwa sastra Indonesia adalah sastra bonsai, karena pengarang banyak mengalami ketakutan-ketakutan ketika hendak mengisahkan persoalan kebangsaan kita, termasuk persoalan politik pada masa Orde Baru. “Sastrawan kita dihantui oleh mitos-mitos yang menakutkan, sehingga karya-karya mereka menjadi sastra bonsai alias sastra yang mengerdilkan dirinya sendiri,” kata Yapi, dalam acara Webinar NGONTRAS#2 (Ngobrol Nasional Metasastra) bertema ‘Politik dalam Sastra’ yang digelar oleh Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat Jember, bekerja sama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember (FKIP UNEJ) dan Kelompok Riset Sastra dan Tradisi Lisan (KeRis TraLis), Sabtu (18/9/2021). Selengkapnya