Agar sastra anak menjadi lebih menarik, tidak selalu diwujudkan dalam format buku. Apalagi untuk menyuguhkan cerita-cerita yang diadopsi dari kisah masa lalu dan manuskrip kuno. Untuk itu, perlu upaya mengemas sastra anak dalam format yang lebih diterima dalam era digital, yakni dikemas dalam format komik dan film animasi.
Demikian benang merah materi yang dipaparkan Dr. Yulianeta, M.Pd., dalam Webinar NGONTRAS#12 dengan judul “Sastra Anak dan Literasi Keluarga”. Pembicara pertama yang berprofesi sebagaidosen di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia ini menekankan pentingnya sastra anak sebagai sarana literasi keluarga.
Acara NGONTRAS#12 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-12) tersebut diselenggarakan oleh Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia Komisariat Jember (HISKI Jember) bekerja sama denganProgram Studi Sastra Inggris dan Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ), Jurnal Semiotika, dan Teen and Children’s Literature Research Group (TCLRG), Sabtu (30/7/2022).
Yulianeta menjelaskan bahwa untuk mencapai fungsi literasi keluarga secara optimal, ditawarkan dua hal, yakni pendampingan keluarga dan adaptasi karya. Dirinya telah memiliki pengalaman dalam kedua program tersebut. Dalam program pendampingan keluarga, Yulianeta bersama tim telah melaksanakan program pelatihan literasi keluarga berbasis sastra anak sebagai upaya sadar gender, dengan peserta terbatas. Hal ini dilakukan secara bersinergi dengan berbagai pihak terkait. “Kegiatan yang kami lakukan di lapangan berupa pendampingan kepada komunitas sebagai upaya sosialisasi sadar gender melalui materi sastra anak,” kata Yulianeta.
Upaya lain yang telah dilakukan adalah memberdayakan karya yang tidak dapat dipahami anak, kemudian dilakukan upaya agar dapat dicerna anak. Yang dilakukannya bersama tim adalah mengadaptasi manuskrip kuno menjadi komik dan film animasi. Hal ini memerlukan sentuhan teknologi.Dengan teknologi, naskah kuno dapat diadaptasi dengan mendekatkan cara pandang anak, yakni berupa komik dan film animasi. “Kami telah membuat film animasi, di antaranya berjudul Kisah Panji Sang Pemersatu.Ini semacam kisah Ande-Ande Lumut. Ini menjadi lebih menarik bagi anak-anak,” jelas Yulianeta.
Dijelaskan pula tentang strategi literasi keluarga. Menurutnya, strategi literasi keluarga yang dapat dilakukan, di antaranya membacakan kisah yang dialami orang tua, atau kisah dalam cerita rakyat, yang dapat ditanggapi, ditanyakan, atau dialami oleh anak, serta terkait dengan nilai sosial budaya di sekitar kita. Cara lain dapat dilakukan dengan membuat acara pesta membaca bersama keluarga, bermain peran dengan pantomim, tablo, atau demonstrasi.
Lebih lanjut diungkapkan bahwa prinsip literasi keluarga dikembangkan melalui pendekatan pendidikan yang komprehensif, holistik, dan integratif. Orang tua dan anak-anak belajar dan tumbuh bersama. “Berikan keteladanan dengan contoh, bangun motivasi, bangun hubungan yang interaktif, serta jalin kemitraan orang tua dan guru,” kata Yulianeta.
Yulianeta juga membandingkan tingkat kegemaran membaca antara Indonesia dan Finlandia. Dikatakannya bahwa negara Finlandia merupakan negara terbahagia tahun 2022, negeri yang gemar membaca. Sementara, Indonesia menurut UNESCO, tingkat kegemaran membaca sangat rendah, hanya 0,001 persen.
Finlandia menjadi negara gemar membaca, menurut penjelasan Yulianeta, karena kuatnya faktor pendukung, yakni literasi sejak dini (paket buku bacaan untuk bayi dari pemerintah), perpustakaan ada di mana-mana, sekolah usia tujuh tahun, (collaborative learning, satu buku/minggu), dongeng sebelum tidur jadi tradisi penting keluarga, literasi melalui berbagai media (subtitles film pada tayangan asing di TV).
Di sisi lain, dalam menjawab pertanyaan, Yulianeta menjelaskan bahwa sastra anak dapat dikemas dalam berbagai bahasa, baik bahasa daerah, nasional, maupun asing. Intinya agar anak menjadi gemar membaca. “Untuk itu, yang kami lakukan adalah menasionalkan yang lokal dan mengglobalkan yang nasional, agar dikenal oleh dunia luas. Justru yang banyak kami angkat adalah cerita-cerita rakyat di Indonesia,” jelas Yulianeta.
Ketika menjawab pertanyaan lain, Yulianeta menjelaskan bahwa dalam konsep pembelajaran literasi sastra anak tidak harus menggunakan konsep digitalisasi. Dikatakannya bahwa konsep digitalisasi hanyalah sebagai jembatan supaya kita dapat meneruskan nilai-nilai masa lalu ke dalam nilai-nilai masa kini dengan cara yang dapat diterima oleh anak-anak sekarang. Digitalisasi hanyalah upaya untuk menyesuaikan dengan konteks perkembangan zaman dan minat anak-anak. “Karena media yang lebih menarik adalah media multimodal berbasis teknologi atau digital. Tetapi orientasinya tetap digiring ke arah buku,” tandas Yulianeta.
Dijelaskan pula bahwa ketika sastra anak mengadopsi kearifan lokal yang bersumber dari cerita rakyat dengan adegan kekerasan, tetap dapat dijadikan bacaan anak, namun perlu pendampingan keluarga (ayah, ibu, atau kakak). Dengan pendampingan, maka orang dewasa dapat menjelaskan konteks yang lebih edukatif.
Terkait dengan kisah Malin Kundang yang menunjukkan adanya seorang Ibu yang tega mengutuk anaknya, Yulianeta menjawab bahwa untuk membaca karya atau fenomena semacam itu perlu adanya pendampingan dari keluarga. Dengan demikian, anak dapat mengambil hikmah dan nilai-nilai yang baik di antara berbagai nilai yang ada.
Yulianeta juga berpesan bahwa untuk menumbuhkan rasa cinta sastra anak, tidak dimulai dari anak dilahirkan, tetapi sebelum anak dilahirkan. Artinya, sebelum berkeluarga seseorang dapat merancang untuk cinta sastra anak,dimulai sejak sekarang hingga sampai nanti.
Ketika awal memulai presentasi, Yulianeta sempat membacakan pantun sebagai respons terhadap pantun dari moderator. Bunga sakura kembang sepatu, pohon sindur pohon meranti. Salam sejahtera di hari Sabtu, hari libur saatnya diskusi. Ketika menutup presentasi, dirinya kembali membacakan pantun. Saat merpati terbang mengudara, mereka sanggup mengitari buana. Mari nikmati keindahan sastra, semoga hidup makin bijaksana.
Acara yang diawali dengan sambutan oleh Ketua HISKI Jember, Dr. Heru S.P. Saputra, M.Hum. tersebut, dipandu oleh moderator Dra. Supiastutik, M.Pd., anggota HISKI Jember sekaligus dosen FIB UNEJ, dan pewara Dina Merdeka Citraningrum, S.Pd., M.Pd., anggota HISKI Jember dan dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Jember. NGONTRAS#12 diikuti sekitar 180-an peserta hingga acara berakhir. Bagi yang tidak sempat bergabung, dapat menyimak ulang rekaman zoom melalui https://bit.ly/YoutubeHISKIJember.